Politik Biaya Tinggi Cenderung akan Melahirkan Pemimpin Yang Korup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Banyuwangi_ www.koranpatroli.com – Kurang lebih sekitar dua bulan lagi pesta demokrasi pemilihan kepala daerah yaitu pemilihan Bupati, Walikota, dan Gubernur serentak seluruh Indonesia memasuki tahap pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) di masing – masing daerah.

 

Tak terkecuali kabupaten yang dijuluki sunrise off Java yaitu Banyuwangi. Banyak spanduk, baliho, dan atribut lain dengan berbagai ukuran bertebaran disepanjang pinggir – pinggir jalan dan di sudut – sudut kota Banyuwangi sudah mulai terpasang.

 

Banyak figur tokoh – tokoh daerah bermunculan berusaha untuk mendapat simpati dari masyarakat. Kendatipun mereka saat ini mulai berebut simpati dari masyarakat, akan tetapi belum dapat dipastikan apakah mereka akan bisa menjadi peserta pemilihan kepala daerah / pemilihan Bupati yang akan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banyuwangi.

 

Karena selain bakal calon bupati tersebut harus diusung / dicalonkan oleh Partai Politik / gabungan Partai Politik, seseorang yang akan maju / dicalonkan oleh partai politik di daerah, juga harus “mengantongi” rekomendasi dari dewan pimpinan pusat dari partai yang mengusungnya. Tidak dapat dipungkiri banyak isu yang berkembang dikalangan masyarakat dan aktifis partai bahwa dikabarkan sang petahana diduga sudah mendapatkan rekomendasi dari beberapa partai politik, sehingga memantik isu seolah olah sang petahana ingin menguasai / mendominasi dukungan dari partai politik yang ada di Banyuwangi.

 

Itu jelas tidak terlepas dari kepiawaian sang suami yang lebih dahulu menjabat sebagai Bupati Banyuwangi selama dua periode sebelumnya. Banyak masyarakat yang bertanya tanya berapa besar jumlah yang harus dikeluarkan sebagai mahar untuk mendapatkan rekomendasi dari pimpinan partai politik yang akan mengusung sebagai calon bupati.

 

Aktifis anti korupsi Banyuwangi Edy Gempur yang pernah tergabung dalam LSM Aliansi Masyarakat Anti Korupsi Banyuwangi ( Aman Korban ), menanggapi isu betapa besar mahar yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan rekom dari partai.

 

“Banyak fakta yang terungkap di persidangan pengadilan tindak pidana korupsi, bahwa bupati, walikota, dan gubernur terjerat kasus korupsi dimana uang hasil korupsinya digunakan untuk membiayai pencalonanya kembali menjadi Bupati, walikota, maupun Gubernur. Dan modusnya bermacam – macam, diantaranya jual beli jabatan, mengumpulkan uang fee dari SKPD, mendapatkan suap / gratifikasi dari pengusaha yang dalam proses pengurusan perijinan / perpanjangan kontrak badan usaha dalam pengelolaan sumberdaya alam, mendapatkan fee / gratifikasi dari kegiatan proyek, mendapat fee / gratifikasi dari penerbitan aturan ( perbup, pergub, maupun yang lain ).Itu membuktikan betapa besar ongkos / biaya politik yang harus dikeluarkan oleh sang calon bupati / walikota. Dan kelak setelah menjabat, pemimpin yang demikian itu akan berpotensi untuk cenderung korup, ” tandas Edy.

 

“Dan kami menelusuri disatu daerah ditemukan santernya isu yang berkembang di masyarakat maupun dikalangan birokrasi dibalik suksesnya sang calon dalam memenangkan pilkada / pilbup ditopang oleh keberadaan sang cukong yang berperan dalam menyiapkan logistik. Dan diduga sang cukong inilah yang kelak akan menjadi “penguasa bayangan” dalam menguasai kegiatan pengadaan barang & jasa pemerintah hampir di semua SKPD. Bahkan ada dugaan daftar / list kegiatan setelah pengesahan APBD sebelum sampai ke tangan masing – masing pimpinan SKPD terlebih dahulu hinggap ditangan sang cukong untuk dipilih – pilih sebagai pengganti uang yang sudah dikeluarkan. Kondisi seperti itu dikeluhkan oleh beberapa pimpinan SKPD dimana saat awal tahun yaitu pada bulan Januari, Februari mereka harus menunggu “sisa” kegiatan dari sang cukong. Miris sekali memang kondisi sepeti itu bisa berjalan beberapa tahun belakangan ini tanpa timbul gejolak yang berarti,” pungkas Edy lebih lanjut. *** (Git)

 

Editor : Sep

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Comments are closed.